REFORMASI YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN
MENGANGKAT MARTABAT BANGSA DARIPANDANGAN DUNIA LUAR
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil
presiden Prof Dr. BJ. Habibi pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan
Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta
menata system ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan
perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.
Pelaksana demokrasi pada masa Orde Baru terjadi selain karena moral penguasanya juga memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik untuk tegaknya demokrasi melalui perubahan perundang-undangan, juga diperlakukan amendemen UUD 1945. Lima paket Undang-undang Politik telah diperbaharui pada tahun 1999 yaitu :
a. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, selanjutnya diperbarui lagi dengan UUD No. 31 Tahun 2002.
b. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, akhirnya diubah lagi dengan UU No. 12 Tahun 2003.
c. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD selanjutnya diganti dengan UU No. 22 Tahun 2003.
d. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan dan Diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang didalamnya memuat pemilihan kepada daerah secara langsung.
e. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Reformasi dapat diterjemahkan sebagai perubahan radikal
(bidang sosial, politik atau agama) disuatu masyarakat atau negara. Sedangkan
reformis adalah orang yang menganjurkan adanya perbaikan (bidang politik,
sosial, agama) tanpa kekerasan.
Radikal berarti secara menyeluruh, habis-habisan,
perubahan yang amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan, dan
sebagainya), maju dalam berfikir dan bertindak. Selain itu, radikalisme adalah
faham atau aliran yang radikal dalam politik, faham yang menginginkan perubahan
atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis, sikap
ekstrim disuatu aliran politik.
Reformasi dapat pula diartikan
sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang atau tidak
baik tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah ada. Pranata yang dimaksudkan
disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat
istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya
dalam berbagai kompleksitas manusia didalam masyarakat.
Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya
Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang
mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu
memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang
bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi
pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin
merajalela. Keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh
dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif
maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam
kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam
lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin
meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus
sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia
usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur
negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan
akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu
menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam
berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh
tuntutan
Perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Namun banyak disadari oleh berbagai kalangan yang terlibat dalam proses reformasi atau demokratisasi tersebut, bahwa perubahan dan pengubahan tersebut tidak dengan sendirinya akan membawa perbaikan yang dikehendaki, yakni ditegakkannya demokrasi serta dihargai sepenuhnya HAM.Hingga hari ini kita masih berada di tengah-tengah krisis yang begitu
dalam dan mengoyak seluruh lapisan masyarakat serta setiap segi
kehidupannya. Orang-orang yang berada di lapis bawah ini lah yang paling
membutuhkan demokrasi. Pemikiran dan tindakan demokratik seharusnya
diarahkan pada kebutuhan rakyat dari lapis bawah tersebut.
Langkah perubahan menuju perbaikan nasib bangsa ke depan tidak boleh berhenti pada wacana. Reformasi membuat rakyat semakin cerdas karena memiliki kebebasan mengekpresikan pikiran dan pendapat tanpa takut ditekan atau dipenjarakan. Dengan cerdas rakyat ikut memantau realiasi program dan mencatat semua janji pemimpin. Perubahan harus mencakup berbagai aspek peningkatan kualitas material, moril, paradigma dan mentalitas bangsa secara menyeluruh. Itulah tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan perubahan radikal, meningkatkan kesejahteraan moril, material, kesadaran mental dan rasa keadilan yang tumbuh secara simultan. Terbersit harapan besar untuk mencapai taraf hidup berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik bagi semua elemen masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi kemerdekaan dengan berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa!
Perlu diingat bahwa perubahan radikal tanpa visi dan
agenda jelas nyaris jadi gerakan sia-sia. Seperti ada invisible hand yang
mempengaruhi kekuasaan dengan menyandera dan menghambat laju gerak laku
perubahan radikal tersebut. Tak mampu memutus dan mengikis habis anasir
jahat, tangan tak terlihat yang ego sentris. Tidak jelas lagi peran master
mind, pelaku program utama, transparansi tugas pelaksana dan siapa
pengawas aktif pemberi kontribusi dari komponen masyarakat sebagai pelaku
reformasi. Pasca reformasi, laiknya semua menjadi buram, samar-samar bahkan
gelap, kecuali kebebasan berekspresi yang coba dipersempit, dibungkam dan
dibungkus melalui RUU rahasia Negara. Seolah-olah ada penelikung kemajuan
ataukah penghambat reformasi.
a.)
Makna
Reformasi yang Diharapkan.
Reformasi adalah era baru dari perjalanan
bangsa Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang terangkum
dalam Pancasila dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari keresahan
masyarakat atas penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal
terbentuknya NKRI. Sebuah keniscayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa yang berdaulat, adil dan makmur.
Gerakan mahasiswa yang menumbangkan rezim Suharto
tidak lahir begitu saja, ia hanya puncak dari kekesalan yang setiap hari terus
berkembang biak. Hingga pada akhirnya muncullah gerakan besar yang dapat
meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di mana sebelumnya ia ditakuti oleh masyarakat,
karena setiap ada aksi protes atas kebijakannya langsung ditangkap dan kadang
tak urung kembali pada keluarganya.
Saat ini, kita sudah berada ditahun ke 14 pasca
reformasi, namun belum ada sinyal-sinyal positif yang menunjukkan kesejahteraan
masa depan bangsa Indonesia, malah kita dapat menyaksikan sekian banyaknya
persoalan bangsa yang tak kunjung terselesaikan. Lantas dimana komitmen
pemerintah? Apakah masih menunggu gerakan reformasi kedua untuk menumbangkan
rezim yang berkuasa dan kembali membangun puing-puing cita-cita para pejuang,
demi Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.
b.) Yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa
dan Negara menuju tujuan nasional
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.
Unsur-unsur
sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa
gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia
yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.
Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi
proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah
kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka
ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa
Indonesia.
Kemudian sifat-sifat lain terlihat
dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang
senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang
mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia.
Terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati
serta kita pahami lalu kita amalkan.
Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:
Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan
adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita
mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti
bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin
memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya
mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga bertentangan
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya,
terhadap sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.
d. Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia
ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta
pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam
mencapai cita-cita pembangunan nasional.
e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan
Cita-cita Reformasi
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat
mengisi kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil
dan makmur.
c.)
Batas-batas
yang harus dijaga, Supaya tidak menggangu Stabilitas Nasional.
Reformasi
sudah berjalan sekitar 12 tahun, dibanding masa orde baru, perubahan sistem
demokrasi di negeri ini memang cukup drastis. Perubahan yang mencolok antara
lain kebebasan berbicara, berpendapat, dan mendapatkan informasi sudah
melampaui batas-batas yang diharapkan, semuanya bebas sensor. Kini, setiap
orang bebas berbicara atau mengungkapkan pendapatnya, bahkan mengkritik,
menghujat, hingga mencerca orang nomor satu di negeri ini pun bukan hal yang
tabu lagi. Bandingkan dengan masa Pak Harto ketika berkuasa, tak ada satu pun
yang berani terang-terangan mengkritik beliau. Isi media massa kala itu pun
hampir seragam, tak ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan Pak Harto.
Siapa yang coba-coba nekad, bredel dan penjara akibatnya. Meski kebebasan
berbicara atau berpendapat masih tetap dijamin, tapi selalu dibatasi oleh
jargon kebebasan yang bertanggung jawab.Jadi tak heran, seniman seperti Iwan
Fals kala itu laku di pasaran karena lagu-lagunya penuh dengan sindiran,
terutama sindiran untuk penguasa hingga wakil rakyat.
Sekarang,
untuk mengkritisi penguasa maupun wakil rakyat tak perlu pakai jurus sindir
menyindir atau menjadi penyanyi seperti Iwan Fals. Secara eksplisit, semua
bebas mengkritisi dengan terang-terangan. Terkadang etika berbicara pun hampir
tak ada. Itulah buah dari reformasi. Tak heran kalau Pak SBY
membangga-banggakan kemajuan demokrasi di negeri ini dalam pidato kenegaraannya
16 Agustus lalu. Dan tak heran pula kalau Indonesia menjadi negara demokrasi
terbesar setelah Amerika Serikat dan India. Apakah ini suatu prestasi yang
membanggakan atau tidak tergantung persepsi tiap individu. Namun, apakah
kemajuan demokrasi ini juga diikuti oleh kemajuan bidang lainnya. Untuk
menjawabnya bisa dilihat dari indikator kemajuan dalam empat bidang pokok
berikut, seperti bidang politik, bidang ekonomi, penegakan hukum, serta
pertahanan dan keamanan.
d.)
Faktor- factor
yang mendorong terjadinya gejolak.
Pergerakan Reformasi yang dicetuskan pada era
1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan
pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan yang
mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di
Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan
keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa
sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah
UUD 1945.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem
pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami
dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi
pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan
sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak
asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia
memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer.
Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan
pertentangan antarfaksi di parlemen.
Pertentangan yang jelas terlihat pada PNI yang
berideologi marhaen, PSI yang berideologi sosial-demokrat, PKI yang berideologi
sosial-komunis, dan Masyumi yang berideologi Islam. Akan tetapi, keadaan
tersebut semakin diperparah oleh sikap Presiden Soekarno yang mendeklarasikan
diri sebagai dktator melalui dekrit 5 Juli 1959. Alhasil, Demokrasi terpimpin
dengan jargon-jargon seperti Manifesto Politik Indonesia (Manipol), UUD ’45,
Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom)
berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan kekuasaan tersebut.
Pada era orde baru, sistem pemerintahan presidensil
yang ketat di satu sisi dapat membawa stabilitas politik di Indonesia. Akan
tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan masa jabatannya ternyata tidak jauh
berbeda dengan Soekarno, hanya ingin berkuasa dengan berbagai kepentingan di
dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal Pancasila diberlakukan. Hasilnya, HMI
harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI yang menerima asas tunggal dan HMI
MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik” HMI dengan tegas menolak asas
tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah tanah.
Penangkapan aktivis terjadi di mana-mana, mulai dari
Tanjung Priok sampai Talangsari Lampung. AM Fatwa, Wakil Ketua MPR-RI sekarang
adalah satu dari aktivis yang ditangkap akibat sikap represif aparat orde baru.
Dalam audiensi pimpinan MPR-RI dengan mahasiswa.
e.)
Bagaimana pendapat
anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir –akhir ini dari sudut pandang etika
dan bagaimana semestinya ?
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.
Dengan melihat
kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan
Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di
Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan
dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan
agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Sumber :
No comments:
Post a Comment